Model pendidikan khas pesantren telah mampu melahirkan dan membentuk karakter para santri. Di antara karakter yang dibangun melalui pesantren adalah kemandirian, kesederhanaan, toleransi dan kerjasama.
Kemandirian
Di pesantren setiap santri dilatih untuk melayani dan menangani masalahnya secara mandiri. Mulai bangun pagi, merapikan tempat tidur, makan, persiapan masuk kelas, dan lain sebagainya. Semua ini berlangsung saban hari, sehingga melahirkan kebiasaan dan membentuk santri untuk berkarakter mandiri.
Kemandirian personal santri ini melahirkan kemandirian pesantren secara institusional. Dalam konteks inilah gagasan dan kebijakan serta keberhasilan Gusmen dalam mewujudkan kemandirian pesantren.
Kesederhanaan
Nilai dan karakter kedua yang ditempa pesantren terhadap para santrinya adalah kesederhanaan. Para santri di suatu pesantren biasanya berasal dari berbagai latar belakang sosial dan ekokomi. Tetapi mereka dididik untuk hidup sederhana. Pendidikan untuk hidup dan tampil sederhana dilakukan secara teoretis-konsepsional (melalui kajian materi akidah, syariah dan akhlak) maupun praktis melalui keteladanan hidup yang dicontohkan para guru atau kyai pesantren.
Di pesantren, kita tidak menemukan kemewahan, keglamoran, atau sesuatu yang dapat dinilai berlebihan. Berpakaian sederhana, makan dengan lauk-pauk dan peralatan yang sederhana, sikap dan pola hidup yang sederhana. Kesederhanaan adalah energi yang mengalir dan mewarnai kehidupan setiap santri. Dari sini melahirkan karakter berikut yakni kerendahan hati.
Toleransi
Para santri yang menuntut ilmu di suatu pesantren memiliki beragam latar belakang, baik secara sosial, budaya, ekonomi, karakter maupun pemikiran dan selera. Semua itu menjadi sumber khasanah yang memperkaya proses pendidikan dan kehidupan pesantren. Keragaman juga diperkenalkan di kelas saat mereka belajar aneka pandangan para ulama tentang suatu masalah yg mereka kaji. Para kyai juga menyodorkan beragam hidangan pengetahuan keislaman yang semuanya bermuara kepada pembentukan kepribadian yang baik dan luhur.
Semua fakta diatas membuat para santri belajar saling memahami, menerima, dan toleran terhadap sesama. Dalam tradisi pesantren sangat jauh dari sikap klaim terhadap kebenaran pendapatnya, apalagi menyesatkan atau mengkafirkan pendapat orang lain. Karena semua santri dan kyai nilai untuk mengahargai perbedaan dan keragaman sebagai sunnatullah.
Kerjasama
Hampir semua aktivitas di pesantren dilalui bersama oleh para santri. Mulai aktivitas belajar, berolah raga, gotong royong, salat berjamaah, makan bersama, dan berbagai aktivitas lainnya. Termasuk dalam menyelenggarakan even2 besar seperti Haul, memperingati hari besar Islam, dan kegiatan sosial. Semua itu telah merubah kebiasaan bekerjasama menjadi karakter kebersamaan dan kerjasama para santri.
Kerjasama ini sangat penting di era dimana individualisme dan egoisme mewarnai kehidupan. Kerjasama hanya dapat dibangun melalui energi yang dialirkan oleh kesederhanaan dan toleransi. Dari toleransi dipupuk semangat persaudaraan dan solidaritas. Atas fondasi persaudaraan dan solidaritas yg kuat dibangun kerjasama yang kokoh.
Semua nilai-nilai dan karakter di atas sangat penting dimiliki oleh setiap umat atau bangsa khususnya para pemimpin. Bangsa kita masih merindukan kehadiran pemimpin yang mandiri, sederhana, toleran, dan mampu bekerjasama. Dengan demikian, untuk menemukan pemimpin yang berkarakter seperti di atas ada di pesantren. Dari rahim pesantren lah pemimpin yg mandiri, sederhana, toleran dan mampu bekerjasama dilahirkan.